Tuesday, May 18, 2010

Hadiah Kasih Seorang Ibu

“Dapatkah aku melihat bayiku?” pinta seorang ibu yang baru melahirkan dengan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan tersebut berpindah ke tangannya, ia segera membuka selimut pembungkus wajah bayi laki-lakinya yang mungil itu. Tiba-tiba ibu tersebut menahan napasnya. Dokter yang menjaganya segera berbalik memandang ke luar jendela rumah sakit. Ternyata bayi laki-laki mungil tersebut lahir tanpa kedua belah daun telinga.
Setelah diadakan uji medis, terbukti bahwa pendengaran bayi tersebut bekerja sempurna, hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk.
Pada suatu hari anak laki-laki tersebut bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya pada pelukan sang ibu dan menangis. Anak tersebut dengan terisak-isak berkata, “Seorang laki-laki berbadan besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh.” Sang ibu juga menangis karena ia tahu bahwa hidup anak laki-lakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi.
Anak tersebut akhirnya tumbuh dewasa. Ia cukup tampan meskipun cacat. Ia juga disukai oleh teman-teman di sekolahnya. Dan, ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis.
Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya lalu mengingatkannya, “Bukankah nantinya kamu akan bergaul dengan remaja-remaja lain?” Namun, dalam hati sang ibu merasa sangat terharu dengan keberadaan dari anak laki-lakinya.
Suatu hari ayah anak laki-laki itu bertemu dengan seorang dokter ahli dalam pencangkokan telinga. “Aku yakin dapat memindahkan sepasang daun telinga untuknya. Tetapi, diperlukan seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya.
Orangtua anak laki-laki tersebut lalu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan dan mendonorkan telinganya. Beberapa bulan telah berlalu, lalu tibalah saatnya mereka memanggil anak laki-laki mereka. Sang ayah menjelaskan, “Anakku, seseorang yang tidak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya untukmu. Kami akan segera mengirimmu ke rumah sakit untuk di operasi. Namun, hal ini sangatlah rahasia.”
Operasi itu berjalan dengan sukses. Seorang laki-laki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Kemudian ia menemui ayahnya, “Ayah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan telinganya untukku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar, namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya.”
Ayahnya menjawab, “Ayah yakin bahwa kamu tidak akan pernah dapat membalas kebaikan hati dari orang yang telah memberikan telinga tersebut.” Setelah terdiam sesaat, ayahnya melanjutkan, “Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini.”
Tahun berganti tahun, kedua orangtua laki-laki tersebut tetap menyimpan rahasia. Hingga pada suatu hari, tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga tersebut. Pada hari itu ayah dan anak lelakinya berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibunya yang terbujur kaku itu, lalu menyibakkannya sehingga tampaklah bahwa sang ibu itu tidak memiliki daun telinga. “Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik sang ayah, “Dan tidak seorang pun yang menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya.”

*
Kecantikan sejati tidak terletak pada penampilan fisik, tetapi ada di dalam hati. Kadang kala harta karun sejati tidak terletak pada apa yang bisa kita lihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat. Kasih yang tulus tidak terdapat pada hal-hal yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada hal-hal yang telah dikerjakan tanpa diketahui.

No comments:

Post a Comment